ABD. Karim Faiz (Dosen Ilmu Falak Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum Islam IAIN Parepare) Fiqih Hisab dan Rukyah ; Penetapan 1 Ramad...
ABD. Karim Faiz
(Dosen Ilmu Falak Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum Islam IAIN Parepare)
Fiqih Hisab dan Rukyah ; Penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal
Permasalahan penetapan awal bulan hijriyah di Indonesia selalu menjadi pembicaraan yang hangat dan mengemuka. Masalah yang klasik akan tetapi selalu aktual ini menjadi sangat terasa rumit jika bangsa ini menghadapi bulan hijriyah tertentu, yaitu penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal. Kedua bulan ini selalu menjadi perbincangan dan sorotan dalam penentuan serta penetapnnya, sehingga seakan-akan menjadi menu utama pembahasan setiap lapisan masyarakat ketika hal itu terjadi.
Pandangan terhadap permasalahan di atas tersebut secara umumiyah pada dasarnya hanya berkutat pada permasalahan fiqhiyah dalam memahami Hisab dan Ru’yah semata. Hal inilah yang akan kita bahas pada tulisan ini, sehingga sebelum lebih jauh mari kita pahami terlebih dahulu apa itu hisab dan apa itu ru’yah.
Hisab/Ilmu Hisab merupakan bagian dari Ilmu Falak (ilmu ini sering disamakan dengan astronomi). Dalam literatur-literatur klasik, ilmu ini sering disebut dengan ilm al-miqat, rasd, dan hai’ah (Tanthawi al-Jauhari : 1346 H). Yaitu kajian ilmu yang berkutat pada persoalan tentang penentuan secara perhitungan matematis tentang waktu-waktu yang berkaitan dengan kegiatan ibadah umat Islam. Persoalan itu pada umumnya berkaitan tentang penentuan arah kiblat, bayangan arah kiblat (rashdul kiblat), waktu-waktu sholat, awal bulan, dan gerhana (Muhyidin Khazin : 2004).
Dari berbagai macam perkembangan keilmuan hisab di Indonesia, kita bisa mengklasifikasikannya ke dalam lima komponen umum menurut tingkat akurasinya (lihat pula Gambar 1 pada bab sebelumnya), yaitu : 1. Hisab Urfi 2. Hisab Istilahi 3. Hisab Hakiki Bi al-Taqrib 4. Hisab hakiki bi al-Taqrib 5. Hisab Hakiki Bi al-Tahkik 6. Hisab Hakiki bi al-Tahkik 7. Hisab Hakiki Kontemporer. Adapun jenis hisab yang masih relevan dengan era 4.0 ialah jenis hisab yang ke-6 dan ke-7.
Rukyah secara harfiah berarti “melihat”. Arti yang paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”. Namun demikian kata rukyat yang berasal dari kata ra’a ini dapat pula diartikan dengan melihat bukan dengan cara visual, misalnya melihat dengan pikiran atau ilmu (pengetahuan). Ragam arti dari kata tersebut tergantung pula pada obyek yang menjadi sasarannya.
Ketika kata rukyat dihubungkan dengan kata hilal, maka ia akan berarti sesuai dengan definisi hilal yang digunakan. Rukyat dalam pengertian melihat secara visual (melihat dengan mata kepala) atau rukyat-bashariyah atau disebut juga rukyat bi al-fi’li, hanya cocok untuk hilal dalam pengertian hilal actual.
Rukyat al-hilal yang terdapat dalam sejumlah hadits Nabi saw tentang rukyat hilal Ramadan dan Syawal adalah rukyat al-hilal dalam pengertian hilal aktual. Jadi, secara umum, rukyat dapat dikatakan sebagai “pengamatan terhadap hilal”. Ahmad Izzuddin (2008) mengungkapkan bahwa secara garis besar madzhab dalam penentuan awal bulan qamariyah di Indonesia ada tiga.
Pertama Madzhab Hisab, yakni penetapan awal bulan cukup dengan Hisab pada tanggal 29 di bulan sebelumnya. Jika data Hisab astronomis menunjukkan posisi hilal diatas 0 derajat dari ufuq (0 derajat 1 menit) maka disimpulkan bahwa hilal sudah wujud dan ditetapkan kesokan harinya adalah awal bulan selanjutnya. Kedua Madzhab Rukyah, madzhab ini tidak hanya mengacu pada Hisab astronomis saja akan tetapi harus dilakukan rukyah (observasi) terhadap hilal dalam penentuan awal bulannya. Ketiga ialah Madzab Imkanurrukyah, madzhab ketiga ini bentuk antitesa dari kedua madzhab, yakni mengacu kepada Hisab dan rukyah. Data dan Informasi rukyah bisa dipakai/diterima apabila secara Hisab hilal dimungkinkan bisa dilihat (visibilitas hilal), yakni apabila ketinggian hilal diatas 2 derajat, apabila dibawah itu maka data dan informasi tentang hilal sulit dipakai/diterima.
Berdasarkan penjelasan diatas maka Fiqih Hisab dan Rukyah adalah Fiqih (Hukum Islam) yang dihasilkan dengan kegiatan hisab dan rukyah. Yakni kegiatan hisab (melakukan perhitungan matematis tentang posisi astronomis Bulan dan Matahari) dan rukyah (observasi bulan dan Matahari berdasarkan data astronomis yang di-hisab) menjadi dasar fiqih (hukum islam) tentang penentuan jatuhnya 1 Ramadhan dan 1 syawal, dimana dalam penentuan jatuhnya tanggal 1 ini menjadi ketentuan fiqih (kewajiban) akan mulainya puasa ramadhan dan kapan berakhirnya (pelaksanaan shalat Idhul Fitri).
Covid-19 ditengah Ramadhan dan Syawal; Arahan Umara’ dan Ulama’.
Pemerintah Indonesia (umara’) semenjak bulan maret 2020, disaat mengumumkan akan terjadinya kasus covid-19 mengeluarkan kebijakan social distancing yang kemudian keluar kebijakan physical distancing dan paling terakhir tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada wilayah yang disetujui pemerintah dengan tujuan memutus mata rantai penyebaran merebaknya virus covid-19 yang mengancam keselamatan jiwa rakyat Indonesia. Kebijakan pemerintah juga mengeluarkan himbauan dan larangan mudik menjelang Ramadhan dan 1 Syawal 1441 H demi kemaslahatan bersama.
Hal senada juga dilakukan Ulama’ di Indonesia yang diwakili Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) ditengah merebaknya wabah covid-19 di Indonesia mengeluarkan arahan tentang pelaksanaan ibadah pada saat bulan ramadhan dan syawal (shalat idhul fitri). Sebagaimana dilansir dalam berita online kompas.com (senin, 13 April 2020) tentang larangan mudik, pelaksanaan shalat tarawih dilaksanakan dirumah masing-masing, sedekah untuk buka puasa dilakukan dengan tidak secara langsung, dan pelaksanaan ibadah shalat idhul fitri ditiadakan. Arahan yang dikeluarkan oleh MUI ialah dengan pertimbangan untuk kemaslahatan dan keselamatan umat akan ancaman dan bahaya merebaknya Covid-19 bagi masyarakat Indonesia.
Menjelang masuknya bulan Ramadhan dan Syawal 1441 H maka kegiatan yang akan dan harus dilakukan ialah kegiatan hisab dan rukyah dengan tujuan untuk menentukan kapan jatuhnya tanggal 1 ramadhan dan 1 syawal. Karena secara fiqih, sebab kewajiban puasa ramadhan dan berakhirnya ialah dengan dasar hisab dan rukyah akan hilal. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW (Abu Husain Muslim bin al Hajjaj : tt) :
صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته فان غمي عليكم فاكملوا العدد (رواه مسلم)
“Berpuasalah kamu karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kamu karena melihatnya pula (hilal). Apabila pandanganmu terhalang oleh awan, maka sempurnakanlah bilangannya (menjadi 30 hari)” (H.R. Imam Muslim)
Kegiatan hisab dan rukyah setiap tahun biasanya dilakukan oleh kemenag RI dan Wilayah seluruh indonesia, BMKG, LAPAN, Akademisi dan Para Pegiat Ilmu Falak dan Astronomi se-Indonesia. Tahun 2020 ditengah merebaknya covid-19 kegiatan Hisab masih bisa dilaksanakan, yang menjadi problem ialah kegiatan rukyah (observasi) langsung akan hilal, dimana kegiatan ini membutuhkan tim dengan jumlah orang yang tidak sedikit dalam pelaksanaannya (setidaknya tim rukyah terdiri dari akademisi Ilmu Falak/Astronomi dari KEMENAG/PTKIN/BMKG/LAPAN, Hakim dan Saksi). Adapun arahan umara’ dan ulama’ ialah meniadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengumpulkan banyak orang (social distancing) dan terjadinya kontak fisik (Physical distancing). Hal ini menjadi tantangan demi menghasilkan hisab dan rukyah yang menjadi argumentasi bagi Menteri Agama dalam melakukan sidang isbat penentuan Awal Ramadhan dan Syawal 1441 H.
Penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal ditengah pusaran Covid-19
Sebagaimana dijelaskan oleh penulis bahwa penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal merujuk kepada dua dasar, yakni Hisab dan rukyah. Adapun penetapan 1 Ramadhan 1441 H secara Hisab astronomis (KEMENAG RI : 2020) dengan memperhatikan kriteria yang dianut oleh pemerintah akan jatuh pada Kamis malam Jumat, 23 April 2020 petang hari. Adapun hilal dari Sabang sampai Merauke berada diatas ufuk dengan ketinggian lebih dari 2 derajat serta elongasi lebih dari 4 derajat. Konjungsi akhir bulan Sya’ban terjadi pada 23 April 2020 jam 09:26 WIB / 10:26 WITA / 11:26 WIT.
Data Hisab dalam Ephemeris Hisab Rukyah 2020 Kemenag RI, bahwa tinggi hilal pada tanggal 23 April 2020 di Banda Aceh saat Magrib adalah 3 derajat 35.62 menit sedangkan di Jayapura 2 derajat 41.94 menit. Artinya, kemungkinan puasa akan dimulai pada keesokan harinya yaitu Jumat, 24 April 2020. Hal ini bisa dilihat dalam peta visibilitas hilal dibawah ini sebagaimana dikutip dari aplikasi Accurate Times karya Muhammad Odeh (2013) :
Keterangan : Merah = Bulan Belum Ijtima’ Tak Berwarna = Bulan diatas ufuk, tak kasat mata Biru = Dapat dilihat dengan bantuan alat optis Pink = Memungkinkan dilihat dengan kasat mata Hijau = mudah terlihat oleh mata.
Berdasarkan kriteria hilal yang dipakai pemerintah, maka tinggi hilal dari timur hingga barat pada saat magrib sudah imkan rukyah (mungkin dapat teramati). Bagi pengguna metode Hisab, dengan melihat data hilal yang ketinggiannya sudah di atas ufuk ini tentu akan dapat langsung mengumumkan bahwa puasa ramadan dimulai pada Jumat, 24 April 2020. Namun bagi madzhab rukyah, maka harus tetap memerhatikan hasil rukyah akhir Sya’ban 1441 H besok Kamis, 23 April 2020. Adapun penetapan secara legal dan formal tentang awal bulan Ramadhan 1441 H menunggu sidang isbat KEMENAG RI.
Adapun penentuan 1 syawal 1441 hijriah berdasarkan data astronomis hilal dari sabang sampai merauke diatas 5 derajat dengan elongasi bulan diatas 12 derajat. Konjungsi akhir bulan Ramadhan terjadi pada tanggal 23 mei 2020 Pukul 00 : 38 WIB / 01 : 38 WITA / 02 : 38 WIT. Data Hisab dalam Ephemeris Hisab Rukyah 2020 Kemenag RI (KEMENAG RI : 2020), bahwa tinggi hilal pata tanggal 23 mei di Banda Aceh saat Magrib adalah 7 derajat 21 menit sedangkan di Jayapura 5 derajat 55 menit. Artinya, kemungkinan awal syawal akan dimulai pada keesokan harinya yaitu Ahad, 24 Mei 2020. Hal ini bisa dilihat dalam peta visibilitas hilal dibawah ini sebagaimana dikutip dari aplikasi Accurate Times karya Muhammad Odeh (2013) :
Gambar 2 : Visibilitas Hilal (Syawal 1441 H) Pada Tanggal 23 Mei 2020
Keterangan : Tak Berwarna = Bulan diatas ufuk, tak kasat mata Biru = Dapat dilihat dengan bantuan alat optis Pink = Memungkinkan dilihat dengan kasat mata Hijau = mudah terlihat oleh mata.
Berdasarkan data Hisab astronomis diatas tentang posisi hilal di akhir Ramadhan 1441 Hijriah maka kelompok yang berpedoman Hisab maka membuat kesimpulan bahwa hilal sudah wujud dan tanpa melakukan rukyah sudah menentapkan esoknya (Ahad, 24 Mei 2020) adalah tanggal 1 bulan syawal. Adapun pemerintantah dengan madzhab imkanurrukyahnya maka ditetapkan bahka kondisi hilal sudah imkan rukyah (mungkin dapat teramati). Namun bagi madzhab rukyah, maka harus tetap memerhatikan hasil rukyah akhir Ramadhan 1441 H. Adapun penetapan secara legal dan formal tentang awal syawal 1441 H menunggu sidang isbat KEMENAG RI.
Berdasarkan data Hisab diatas maka problem penentuan awal ramadan dan syawal ialah sangat kecil, kemungkinan besar awal ramadhan dan syawal antara madzhab Hisab (Muhammadiyah), rukyah (Nahdhatul Ulama’)dan imkan rukyah (Pemerintah RI) akan dilaksanakan bersamaan. Yang menjadi tantangan ialah bagi madzhab rukyah untuk melakukan pelaksanaan rukyah ditengah kondisi merebaknya covid-19. Maka selaiknya penganutmadzhab rukyah ini melakukan inovasi dalam pelaksanakan rukyahnya demi mengindahkan arahan umara’ dan ulama’ tentang sosial distancing dan physical distancing ditengah pusaran Covid-19. Tentunya hal ini tidak akan sulit karena sesuai dengan paradigma manhajinya “Al-Muhafadzah ala al-Qodim al-Shaleh wa al-Akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah”.**
Semoga bermanfaat, wallahu a’lamu bis shawab.
Tidak ada komentar